JEJAK PENYEBARAN NARKOBA

SEBUAH PENELUSURAN TAK TERLUPA SAMPAI KAPANPUN. Bermula dari sebuah tugas kuliah yang saya anggap seperti tugas lainya, yang takan berdampak begitu besar terhadap kehidupan saya. Dengan befikir hanya penelusuran, wawancara-wawancara biasa pada nara sumber, faktanya! Semua salah.
    Malang salah satu kota dataran tinggi di Jawa, suhu udara yang sangat dingin dan sejuk, membuat banyak perantau menimba ilmu di kota ini (Malang), Kota yang mulai menumbuhkan perekonomian disektor  pariwisata ini juga berbasis kota pelajar. Kota yang cukup ramah nampaknya! Tetapi dikota  ini pula perusak generasi bangsa berkembang, ya Narkoba. Narkoba seakan tak pernah habis dibicarakan dan di beritakan, Koran, Televisi, bahkan radio, selalu ada kisah hampir setiap harinya, apa lagi kalau bukan “Narkoba”. Bak selebriti yang selalu diburu kamera dan pertanyaan wartawan.
    Tidak hanya di kalangan pekerja, mahasiswa , Siswa sekolah menengah atas, siswa sekolah menengah pertama, bahkan siswa sekolah dasarpun telah mengenal barang haram tersebut. Narkoba sekarang menjadi barang yang populer bagi generasi muda. Saat ini peredaran narkoba pun tidak hanya pada kota-kota besar seperti Jakarta namun telah merambah seluruh kota-kota di Indonesia.
    Kota yang banyak dikenal orang karena suuporter bola ini (Aremania), ternyata menjadi salah salah satu basis peredaran narkoba yang cukup besar, terbukti dengan terbongkarnya berbagai kasus narkoba yang salah satunya adalah penggrebekan Pabrik Extaci di jalan Metro Batu. Hal yang cukup mencengangkan Pabrik extaci ini merupakan terbesar se Asia, yang pernah terbongkar. Tak hanya Extaci yang beredar di Kota Malang, 8 Desember 2008 pabrik SS alias Sabu-Sabu yang beromset lebih dari 500 jt per minggu di kawasan perumahan Sawojajar, berjarak kurang lebih  3 km dari pusat kota juga berhasil dibongkar aparat setempat.

Bocah pun Berjualan Narkoba, 19 05 2008 Sebuah data mengejutkan dirilis Organisas Buruh lnternasional (ILO) Jakarta pekan lalu. berdasarkan hasil kajian cepat (rapid assessment) organisasi tersebut, 50 persen anak yang diwawacarai tim ILO Dede Shinta Sudono, National Programme Officer pada Program Internasional Eliminasi Pekerja Anak (IPEC) ILO Jakart mengungkapkan ” Ada 48 dari 90 anak atau 50 persen dari mereka mengaku telah terlibat dalam pembuatan obat terlarang dan peredaran narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lain (narkoba). Anak-anak itu mengepak, membungkus, memasukkan obat ke amplop kecil, untuk selanjutnya dijual, atau mengepak dalam jumlah obat yang lebih besar untuk selanjutnya dikirimkan,”
    Andik nama yang tidak asing di Malang, reputasinya cukup dikenal sebagai mantan bandar Narkoba no satu. 27 februari 2009 saya menemui beliau di tempat sehari-hari dia bekerja, Andik yang mempunyai konter HP dan servis, di jalan Budi utomo 36 dengan kiosnya kurang lebih 2,5x1,5. Kedatangan saya nampaknya cukup disambut dengan hangat, cuaca yang sangat cerah waktu itu mendukung ketenangan saya saat mewawancarai dia, karena tidak mudah berkomunikasi dengan mantan bandar narkoba.
    Setelah melayani pembeli di konternya andik mempersilakan masuk dan menanyakan yang ingin saya tau, sontak saya menanyakan sejauh mana keterlibatan beliau di dunia gelap tersebut. Bermula dari iseng, andik dapat tawaran dari temanya di Jakarta untuk mencoba menjajakan barang tersebut di Malang, hasil yang di dapatnya cukup menggiurkan sehingga andik berani memasok besar-besaran dari jakarta. “pokok dari sana lah mas” jawab dia tidak mau memberi tahu temanya yang mengirim dari Ibu Kota tersebut. “ saya sendiri sekarang sudah gak mainan itu mas (Narkoba)” imbuhnya. Sebuah tawaran dari Andik menambah gairah semangat tersendiri bagi saya, “kalo mas mau” dengan nada yang begitu tenang, “saya pertemukan mas dengan teman saya, sekarang dia yang megang di daerah sini (malang)”.
    2 maret 2009 cuaca yang kurang mendukung, siang hari itu Matahari enggan menampakan sinarnya, langit nampak gelap pekat.  Pom bensin Mergan dipilih Andik tempat bertemu kita, sekitar 15 menit saya menunggu seorang pria datang menghampiri saya dengan motor honda warna hitam, andik teryata. “ikuti saya” teriak dia, sebuah gang yang tak jauh dari pom bensin tersebut diajaknya saya,  “Jl. Terusan Mergan Lori” yang terpampang di gerbang gang tersebut. Rumah hijau daun di tuju andik, “sini mas” teriak pria bertubuh gempal ini, seorang lelaki keluar dari rumah “awakmu ta ndik tak peker sopo” ( kamu ta ndik saya pikir sapa ) “mlebuo” ( masuk sini), “ayo mas santai aja” ajakan andik pada saya.
    “Ini teman saya dari Unmuh mau wawancara masalah narkoba dia butuh narasumber”, Andik berkata pada temannya, “aman gak” (aman tidak) bisik teman andik. “nyantai saja” kenalin dulu imbuh Andik. Pria yang agak gendut ini bernama Bayu saat berkenalan, langit yang mendung mulai menjatuhkan rintikan air bersamaan menurunnya mimik muka curiga Bayu yang sebelumnya tegang dan terlahat was-was. Bayu bertriak menyuruh adiknya bikin minum, “bikin du saja Yu” sahut Andik, “aku mau balik konterku gak ada yang jaga” lanjutnya. “aku titip temenku yo” Andik sambil berpamitan. Silakan mas mas apa yang mau ditanya, nyantai saja”, sambil tersenyum “kalo ada apa-apa bilang sama saya” bisik andik sambil bergurau.
    Bayu salah satu bandar ganja dimalang, jangkauan oprasinya cukup jauh di kota ini, orang yang cukup tegas dan serius dalam berbicara ini menuturkan jangkauannya dalam dunia Narkoba meliputi area perkampusan dan malang kota, pria berkulit putih ini juga mengaku mendapat pasokan dari Jakarta, ketika saya tanya dapat dari mana? Bagaimana bisa lolos dan tidak kena razia? Lanjut tanya saya. Barang (Narkoba) biasa dikirim lewat Kereta Api, karna lebih mudah dan jarang ada razia” kok bisa? Saya masih penasaran, “kalau di bawa lewat Kereta Api “ganja” itu di taruh jauh dari tempat duduk kita, gerbong Kereta Api kan panjang tas atau barang bawaan apa saja di taruh di ranjang atas biasanya, saya tinggal mantau saja” terang Bayu, “gampang, misal ada razia gak usah ngaku aja barang itu milik kita, orang barang bukti itu jauh dari saya” imbuhnya sambil ketawa.
    Secangkir kopi pun dihantarkan bocah wanita pada saya, sambil mempersilahkan minum Bayu beranjak dari tempat duduknya, hujan yang makin lebat saya sendiri di ruang tamu yang tak terlalu besar ini, jantung mulai berdetak, bertanya tanya apa yang sedang dia lakukan di dalam sana, jantung saya semakin berdetak setelah Bayu berteriak “dek tutup pintu depan” teriak pada adiknya. Wah kenapa ni??? Dalam benak saya, 20 menit kurang lebih Bayu keluar dari bilik kain penyekat antara ruang tamu dan ruang keluarga, sambil membawa beberapa lintingan rokok yang langsung di sulut sambil duduk di depan saya. Bau aneh serasa menyengat hidungku waktu itu, hampir mirip sampah daun kering yang dibakar, dalam benakku.
    Bau sampah kebakar bang? Sontak saya” hahaha ketawa sambil bilang “belum pernah tau Ganja di bakar?” ini bukan sampah, ini yang dibilang daun Surga sama orang-orang” membenarkan ucapan saya tadi, “mau coba?” imbuhnya. “Trimakasih bang saya mau balik saja’ jawab saya sambil berpamitan, hujan pun dah mulai reda, “ngapain? Sekali lagi dia menawarkan ”Ini coba dulu? Sambil menyodorkan daun yang  telah di bungkus selembar kertas itu ke saya”.
    Entah sudah berapa lama aku duduk termenung di sebuah balkon rumah yang sejak kecil aku tempati sambil menikmati hangatnya secangkir kopi, aku masih memikirkan, Apa yang mereka dapatkan dari barang yang seperti sampah? Kenapa mereka begitu menyenangi daun kering yang hanya di bungkus oleh selembar Kertas. Tanpa sengaja aku teringat akan bau yang aku hirup tadi siang  hampir mirip dengan saat seorang teman yang dulu pernah membakar rokok dengan bau yang sama.
Eka, seorang teman yang dulu hampir tak pernah lupa datang kerumah saat akan bermain sepak bola. Semenjak diangkat menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil), dia tak pernah kelihatan dan hampir dipastikan sibuk dengan segala macam urusan pekerjaannya. Walau usia kita terpaut jauh, namun dia tak pernah membedakan usia dan tingkat status.
10 Maret 2009, kudatangi sebuah rumah yang berada di jl. Mulyorejo. “Permisi..,” seorang wanita yang kutahu itu ibunya Eka, datang membukakan pintu. “Mas Eka ada bu?” tanyaku “oh.. bentar ya”, tanpa memakai baju Eka keluar dari kamar dan menuju arahku dan mempersilahkan masuk ke dalam rumahnya. Seperti saudara yang belasan tahun tidak bertemu, rasa kangen terluap keluar mengingat kejadian-kejadian yang pernah kita alami dulu semasa kita sering pergi bersama membuat aku lupa akan maksud dan tujuan datang kerumahnya. Setelah hampir 1 jam menceritakan kenangan-kenangan masa lalu, “tumben, ada angin apa kok datang kesini?” tanya Eka, “kamu masih sering memakai narkoba?” jawabku. Sejenak dia terdiam sambil clingukan melihat sekitar.
Narasumber ketiga saya Eka, yang kutahu dia dulu pernah memakai barang haram tersebut saat masih aktif bermain sepak bola hingga sekarang, mengaku mendapatkan Narkoba tersebut dari Yoga seorang pengedar di kampung tempat dia tinggal. Dalam hati aku bertanya, Dari mana Narkoba ini? Apakah berasal dari sumber yang sama?. Eka langsung mengajak aku untuk bertemu dengan Yoga, yang kebetulan rumahnya hanya berjarak beberapa blok dari rumah Eka.
Sebuah rumah yang berada di samping jembatan tujuan saya berikutnya,jalan masuk kerumah yang lebih rendah dari jalan raya ini nampak seperti rumah bawah tanah dari kejauhan, seorang lelaki berwajah dingin nampak duduk sambil terliat sibuk dengan Handphonenya.
Perkenalan pun tak tampak akan membuahkan hasil yang menyenangkan buat saya, Yoga tipe orang yang sulit berkomunukasi nampaknya, terlihat tak banyak bicara tentang kedatangan saya, bahkan tak berbicara sama sekali sama saya. Dia hanya berbicara dengan Eka, tentang  aku siapa? Apa maksud kedatangan saya? Setelah hampir lama Eka berbicara dengan Yoga, dalam hati Aku berfikir, ternyata tak mudah untuk menelusuri, Dari Siapa? Dan darimana Narkoba itu berasal? Setelah hampir 30 menit Eka berbicara dengan Yoga, kemudian Eka mengajak saya untuk segera pergi. Tanpa memberi kabar apa yang di bicarakan mereka tadi, sampai saya pulang.
Sikap Yoga yang cuek saat saya datang ke rumahnya memang beralasan. Tutur Eka, Yoga memang sudah jadi Target Operasi (TO) oleh karena itu dia bersikap seakan tidak menerima kehadiran orang yang tidak dia kenal. Rasa khawatir dan putus asa akan sulitnya penelusuran tentang Siapa dan Darimana Narkoba itu berasal? membuat hati saya kecil dan berfikir untuk menghentikan penelusuran ini.
13 Maret 2009, Tak disangka Eka memberikan sebuah titik terang, dengan memberikan sebuah nomor Handphone yang diakuinya dari Yoga. Suyit? Dalam hati saya berfikir Siapa lagi itu?.
Setelah hampir 1 minggu berhubungan dengan Suyit via Handphone kami bersepakat untuk bertemu. 19 Maret 2009, setelah bertanya kepada seorang penjaga toko buah asongan di depan sebuah Pusat Kesehatan Masyarakat, saya kemudian mendatangi seorang bertubuh kecil yang hampir sama seperti Eka, dengan gigi depan yang patah tak lain adalah seorang Juru parkir di Pusat Kesehatan Masyarakat di dekat toko buah.
“Sam, umak seng jenenge Suyit yo?” (Mas, kamu yang namanya Suyit ya), dengan raut wajah yang kaget “Oyi sam, umak apais?” (iya mas, kamu siapa) jawabnya. “ayas seng wingenane telpon umak iku lho sam” (aku yang kemarin menelpon kamu itu lho mas). “oh, oyi ayas itreng. Umak enteni dilut yo” (oh, iya saya mengerti. Kamu tunggu sebentar ya).
Setelah hampir 1 jam menunggu, akhirnya saya di ajak ke sebuah rumah yang terletak di Jl. Pahlawan no. 10, sebuah rumah yang terletak jauh dari jalan raya dengan banyak gang-gang kecil yang membuat saya bingung. Rumah dengan halaman yang tidak begitu besar dan kondisi rumah yang sedikit perlu diperbaiki, setelah mempersilahkan saya duduk Suyit bertanya “onok opo sam?” (ada apa mas).
Desakan ekonomi membuat seorang Jukir yang memaksa untuk menjadikan dirinya sebagai seorang bandar Narkoba membuat saya berfikir, Apakah Narkoba bisa membuat dia mencukupi kebutuhan hidupnya? Apakah dia tidak berfikir akan resiko dengan menjadi seorang bandar Narkoba?.
Dari penjelasan Suyit, saya dapatkan nama seseorang yang tidak asing di telinga saya, Bayu? Darimana Suyit bisa mengenal Bayu orang yang telah saya temui tempo hari. Setelah bersusah payah, akhirnya sayapun mendapatkan suatu gambaran. Menurut penjelasan Suyit, dia mendapatkan Narkoba dari Andik.
Setelah saya ketahui dari semua Narasumber bahwa sebenarnya Andik adalah seseorang yang menjadi pusat dari semua jaringan Narkoba di Malang. Andik sebuah nama yang sangat tak bisa hilang dalam pikiran saya, setelah teringat perkataan Andik bahwa dia mendapat Narkoba dari Jakarta, saya berfikir bahwa sebenarnya Narkoba itu datang dari Jakarta. Jakarta? Siapa? Rasa ingin tahu sayapun semakin kuat darimana sumber Narkoba yang telah mereka dapat?
Hampir 2 minggu saya mencari Andik, saya telah mencari dimana-mana, dan telah mencoba menghubunginya namun semuanya telah tiada. Tak ada satu orangpun yang tahu dimana keberadaan dia, termasuk Bayu dan Suyitpun tidak membertahukan dimana dia berada? Saya telah berusaha  keras namun hasilnya tetap tak bisa didapatkan.
Saya berfikir, Apakah ini hanya rekayasa Bayu dan Suyit? Mereka mengkamuflasekan jaringan mereka supaya tak banyak yang tahu, termasuk saya. Ternyata tidak mudah untuk dapat menelusuri jaringan Narkoba mereka, apalagi ke Otak pemasok barang haram itu, memang tidak mudah mengetahui Otak jaringan mereka.
BEGITU MENGHAWATIRKAN. Kota yang cukup besar dengan generasi-generasi pelajar penerus bangsa ini ternyata terkotori oleh barang-barang haram, baru-baru ini sebuah rekor baru terukir, Jatim mendominasi kenaikan angka kejahatan Narkoba, termasuk Malang di dalamnya. Salah satu media cetak di Malang menerbitkan.